Sebelum ke topik bahasan di jurnal pekan ketiga kali ini, ada pertanyaan klasik yang selalu entah kenapa seperti begitu pelik dijawab. Tanda tanya tentang apa sih sebenarnya definisi bahagia?
Sesungguhnya pertanyaan ini selalu ada terdengar dan membuat saya sering menanyakan pada diri sendiri. Mengapa orang-orang begitu ramai mengejarnya seolah bahagia itu merupakan jalanan penuh aral yang sulit sekali diraih? Lalu, bahagia itu milik siapa? Dimanakah alamatnya jika ingin menemuinya? Sebab agar tercapai apa yang kita inginkan harus jelas dulu definisinya. Artinya untuk tahu kondisi kebahagiaan kita ya harus tahu dulu apa yang akan kita tuju.
Ibarat kita ingin pergu ke suatu tempat, pasti harus mencari tahu terlebih dahulu alamat tujuan baru kemudian bergerak ke lokasi.
Ada yang mengartikan bahwa bahagia adalah ketika kita sukses meraih apa yang ingin diraih. Ekonominya mapan, karirnya bagus, pendidikannya terus berjenjang semakin tinggi, bisa bolak-balik dolan sekaligus shopping ke luar negeri dan seterusnya. Padahal masing-masing orang punya takaran sukses yang berbeda, tidak bisa disamakan.
Bahagia adalah ketika kita mampu membawa diri ini selalu mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Bahagia itu bukan sekedar tujuan tapi proses. Keadaan saat kita berupaya berjuang meraih sesuatu dan sebelumnya kita memiliki tujuan yang jelas. Menyadari sepenuhnya (mindfull) bahwa kita melakukan hal yang sangat berharga bagi kita. Tidak hanya sekedar untuk mengisi waktu luang atau bersenang-senang, apalagi ingin dipandang telah berhasil menyenangkan orang lain. No...no...no...
Oleh karena itu ketika memutuskan untuk belajar dengan merdeka, maka saya harus paham betul alur proses kebahagiaan yang ingin dilalui. Berulangkali sejak dari telur hijau, merah dan saat ini orange saya terus menanyakan kembali pada diri saya. Mencoba memvisualisasikan dalam benak saya apa saja yang membuat hati saya berbunga-bunga dan terus ingin belajar menekuninya.
Alhasil alhamdulillah jawaban itu masih tetap hampir senada dengan apa yang saya tuliskan di jurnal telur merah di bagian terampil yang penting dan mendesak. Meski semakin saya baca kembali, ada banyak ilmu yang sebenarnya saya ingin gali untuk dipelajari.
1. Public Speaking
Salah satu tantangan terbesar saya untuk mengolah kata dan suara lebih baik lagi. Mengapa karena dengan ilmu ini saya merasa tidak hanya menjadikan suara saya lebih enak dan nyaman didengar oleh orang lain. Ada harapan lebih besar lagi dari diri saya bagaimana kata-kata dan suara ini mampu menggerakkan orang lain untuk turut berbuat. Nggak harus sehebat Bung Karno saat orasi dalam siaran radio yang begitu luar biasa mampu menggerakkan semangat pemuda seantero negeri. Bersyukur sekali meski suara dan kata-kata yang saya sampaikan hanya mampu menggetarkan satu hati untuk mengawali menebar inspirasi untuk berbagi kemanfaatan bagi semesta dan sesamanya.
2. Ilmu Psikologi khususnya untuk Trauma Healing (Anak dan Remaja)
Keinginan untuk belajar tentang ilmu psikologi yang khusus mengelola trauma healing semakin besar dari tahun ke tahun. Lantaran jumlah korban yang mengalami gangguan jiwa tidak semakin kecil angkanya. Anak dan remaja sangat rentan terdampak lingkungan yang semakin sulit diukur tingkat keamanannya, termasuk tindakan bullying. Sejak dibangku kuliah memang sudah tertarik dengan psikologi anak dan remaja. Hingga sependek pemikiran saya dengan memperkaya kemampuan diri dengan ilmu ini maka jangkauan tangan saya menolong anak-remaja (juga dewasa) akan semakin kuat.
3. Ilmu Kepenulisan (Literasi)
Tahun ini adalah tahun yang sangat ingin diabadikan sebagai langkah besar bersejarah dalam keputusan saya serius mengambil peran dalam dunia literasi. Selain ingin jadi penulis yang lebih produktif diberbagai platform media menulis, berharap sekali buku solo saya yang terus ditanyakan kapan dibuat dan dipublikasikan akan segera terwujud
4. Ilmu Fotografi dan Videografi
Ilmu ini ingin sekali dikuasai awalnya karena memang untuk menunjang rencana saya dan suami yang sedang mengatur jadwal lebih sering plesiran alias traveling. Suami sering protes karena pengambilan sudut gambar saya kurang bagus. Lalu, ada ikhtiar usaha lain yang sedang dirintis suami yang masih berkaitan dengan pariwisata dan jalan-jalan dan saat di lapangan sering membutuhkan orang lain untuk membantunya mengambil dan mengolah gambar untu diabadikan.
5. Manajemen Waktu
Ilmu ini perlu saya kuasai agar semua kegiatan tidak saling tumpang tindih dan justru mengakibatkan stres yang mengganggu kebahagiaan. Meski tidak secara rutin beraktivitas di ranah publik tapi terkadang sulit melakukan penyesuaian waktu antara kegiatan saya dengan jam kerja suami yang sulit terprediksi.
Kira-kira sih begitu saja cerita saya dalam jurnal telur-telur jingga di pekan ketiga ini. Ah, pastinya minggu depan akan semakin seru tugasnya...
Ada kejutan apa lagi yaa...
#janganlupabahagia
#jurnalminggu3
#materi3
#kelastelurtelur
#bundacekatan1
#institutibuprofesional
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung. Tiada kesan tanpa kata dan saran darimu :)
Salam kenal,
Dee.Irum