Saat beberapa hari harus ikhlas, raga terbaring menikmati jatah istirahatnya. Menghentikan sejenak lalu lintas dunia maya, dan tetap mengaktifkan sedikit dunia nyata. Aku buka catatan-catatan lama yang sengaja memang aku simpan dalam wadah khusus. Sesekali jika ada waktu luang, aku buka dan baca kembali mengulang sejarah peradaban diri.
Bagi sebagian orang, kenangan ada yang enggan disimpan, terutama kenang buruk dan kesedihan. Namun, bagiku semua itu sama saja pada akhirnya. Ketika sudah melewati masa itu, kita akan menertawai nya dengan sukacita. Masih ingat bukan? Tak ada paket kesedihan yang abadi, begitu juga kebahagiaan, kejayaan.
Hidup adalah tentang keseimbangan. Bagaimana kita mengayuhnya dengan kebijaksanaan agar hidup terus berkembang penuh kemanfaatan. Sebagai salah satu ikhtiar keabadian.
Meski aku nggak yakin apa yang aku temukan dicatatan lama itu, ada hubungannya dengan kebijaksanaan seperti yang aku sampaikan tadi.
***
Ditemukan sebuah kisah coretan suara hati seorang mahasiswi yang tengah disandera gulana. Ketika seorang "lelaki tak biasa" kakak tingkat dengan sengaja "menepati janjinya" ikut dikelas gabungan yang jelas dosen dikelas itu bukan untuk kelasnya.
Mahasiswi tiga tingkat dibawahnya ini beberapa bulan sebelumnya memang tampak sering terlibat diskusi cukup berat. Disela-sela bahasan rapat-rapat kemahasiswaan, civitas akademika, situasi negeri sampai dimana 'HIK' enak yang bisa dikunjungi menjelang pagi. Mereka acapkali terhanyut bicara tentang syariat hingga hakikat.
Apa mau dikata belajar ilmu psikologi saja sudah penuh dengan ilmu filsafat, ditambah si lelaki yang memang ambil double program (twinning) dengan 'Ushuluddin'. Bak gayung bersambut mereka saling berbagi ilmu dalam tataran masing-masing, tentu tidak sendiri. Teman-teman lain pasti ikut bergabung ikut ramai, meski sekedar urun sorak sorai, bertepuk tangan atau duduk dipinggiran mengadu jemari dengan janggutnya.
Hingga, entah kapan bermula semua diskusi itu mulai memantik sedikit rasa. Si lelaki meminta ijin untuk 'tinggal', tapi si mahasiswi masih ragu membukakan pintunya. Ia masih selalu teringat pesan sang ibu, "Ikhtiarmu adalah berteman baik dengan siapa saja, lalu berdoa dan tawakal serahkan siapa yang terbaik menurut-Nya, yang jalan usaha dan doanya dikuatkan mendekati kamu".
Hadirmu datang tiba-tiba
Surut napas belum tuntas
Kau sergap dengan genap,
Lalu tenang
Menakar jangka dibawa duli Tuanku
Ku sebar tanyaku akan kedatanganmu
Inikah takdir-Mu
Inikah tanduku menuju-Mu
Dimana letak cinta berada
Dalam indah karya surga dibening sepasang mata
Atau kau hanya ingin singgah dan tak berlabuh
Masih dalam tanyaku
Menari aku
...
Aku tak akan menahanmu
Surakarta, 14 Mei 2002
(8.15 WIB/Studi Islam III/AII3)
***
Aku memahami jika aliran rasa mereka berdua tak saling bertahan, mereka saling memberikan peluang. Hanya saja, kehendak pencipta melebihi segalanya. Langit menahannya melalu berbagai pertanda, agar semua tetap indah hingga akhir ceritanya.
Yaa langit yg menahannya :') sesuai ceritanya. Terhuraa lanjutkan kaak ;)
BalasHapuswah istirahat lalu lintas dunia maya ya
BalasHapusLangit menahannya melalu berbagai pertanda, agar semua tetap indah hingga akhir ceritanya.
BalasHapusAaaaa, menyentuh 😍
Aih manis sekali. Kuatkan pendirian mu nak he
BalasHapusSang Pencipta pengatur segalanya dan kita hanya tinggal berusaha
BalasHapusUwuuuuwuu ... so sweet
BalasHapus