Debu-debu halus
Di sepanjang jalan tandus
Desau angin basah setengah mendengus
Berharap ada celah kasih mampu menghapus
Suara hujan gelumat di pelataran
Memangku jiwa yang lumat tak beraturan
Sekian lama menahan dahaga asa
Memapah bahagia ke atas tandunya
Rinai-rinai air mata langit luruh runtuh Menciumi dedaunan dan ranting yang lama tak tersentuh
Dibalik jendela tampak wajah mungil bersahaja
Matanya basah dipapah nestapa
Di tawang mendung masih bergayut
Cahaya malu-malu merengut
Sekelebat mata itu masih tertawan
Keresahan ingin memeluk hujan
Mungkin bukan kepalang rindunya
Hingga, imajinasi menjalang nalar bertentangan
Tak karuan rupa saling bertindihan
Laksana panah mengharap lepas dari busurnya
Saat hujan berjeda kabut turun bertahta
Potongan-potongan kenangan menjelma
Entah bagaimana caranya, hujan selalu saja
Membawa kembali ayah ibunya yang telah tiada
Hujan di pelataran sudah reda
Tetap saja, aromanya menyimpan rahasia
Hening sesaat yang sempat tercipta
Menyisakan keladak cerita, seraya memeluk sejuk tiada bertara
Semarang, 10 Oktober 2019
Hujan selalu membawa kenangan yaaa💖
BalasHapusBagus diksinya, Mbak Dee
Iya hujan selalu seperti lagu kenangan yang selalu ditunggu-tunggu 💖
Hapusyatim piatu ternyata :(
BalasHapusHikss...iya, kakak
HapusDia rindu ortunya😢
BalasHapusDia mengintip dari balik jendela Panti 😢
HapusSedih :')
BalasHapusCup..cup... hiksss
HapusAyah ibunya meninggal ketika hujan
BalasHapusMungkin saja itu yang terjadi 😢
HapusMembawa kembali ayah ibunya yang sudah tiada. Rasanya aku diam sejenak membaca baris itu .
BalasHapusKenapa sayang?kenapa terjeda membaca baris itu?
HapusKeingat Mbk sepupuku 🙃
BalasHapusDuh...sedih banget pastinyaðŸ˜
HapusTulisannya bagus, esensinya dapet mba
BalasHapusPengen deh bisa nulis puisi yang panjang mbaa..selalu deadlock di pemilihan diksi dan ide
Terima kasih, masih terus belajar ini supaya diksi dan esensi bisa bersinergi... he-he-he... semangat pasti bisa deh buat puisi panjang dan indah
Hapus