Awan duka menggantung langit negeri malam itu, angin kering musim kemarau yang dingin terasa setengah basah berhembus menerobos masuk lewat jendela kecil loteng kamar.
Kuintip melalui celah-celahnya, kebetulan malam itu pikiranku sedang macet. Sebelum kabar duka itu tiba, entah mengapa rasanya udara mampat. Buku-buku dalam otakku tercekat tak mampu berpikir cepat. Kata-kata menghilang hingga tak mampu kurangkaikan.
Kolak setup kolang-kaling digelas plastik warna hijau teman menulisku pun telah lama habis. Tak ada cemilan malam itu. Deru angin terdengar lebih keras dibanding malam-malam sebelumnya. Bulu tengkukku bergidik tak karuan. Sungguh! Entah aku merasa akan ada kabar tak biasa malam ini. Melayang ingatanku pada satu sehari atau dua hari sebelumnya, aku dan suami membicarakan kecemasan kami perihal kondisi Eyang Habibie.
Ting!
Kubaca peringatan pesan melayang dilayar gawaiku. Breaking news! Eyang Habibie telah kembali menyusul cinta sejatinya.
***
Sejarah ingatanku mencatat jarang alih-alih bilang tak pernah bila ada tokoh nasional yang berpulang aku menjadi begitu terhanyut dalam kesedihan.
Namun kali ini ketika ada berita berpulangnya Eyang Habibie rasanya kesedihan itu menyeruak dan memicu sesak dalam dada. Tidak, bangsa ini mengalami kehilangan besar!!, pekikku dalam hati yang bergemuruh.
Tak bisa kusimpan sendiri, kegalauan kulampiaskan pada status whatsapp-ku berharap setidaknya mampu sedikit katarsis. Kulepaskan beban itu. Ringan.
Mata yang sedari tadi jajan dari di laman media sosial melihat banyak unggahan berita duka cita dari mana saja. Tidak hanya generasi era orde lama namun tak sedikit anak muda yang juga menyatakan kehilangan dan kesedihannya. Sedikit terheran-heran sekenal apa para millenial ini mengenal sosok Eyang. Apa iya mereka sepemikiran denganku yang jauh lebih banyak bilangan usianya?
Tak lama nada dering gawaiku berbunyi, beberapa notifikasiku sudah ramai. Beberapa tua murid, kolega dan anak ideologisku merespon statusku. Berbagai opini mampir dari sudut pandang dan rasa yang berbeda.
Mereka kehilangan panutan yang memadukan kecerdasan intelektual dan IMTAQ. Akhirnya kuajukan pertanyaan lebih lanjut tentang hal ini.
Salah satu anak ideologisku, Alin mengatakan ia begitu sedih dan kehilangan publik figur yang. menginspirasi.
Beliau itu realistis dan selalu kukuh sama mimpi-mimpinya. Ia juga bilang jika salah satu impiannya kelak ingin berkunjung ke rumah beliau. Melihat langsung perpustakaannya, melihat koleksinya, ingin mengobrol menabung benih cerita beliau yang selalu inspiratif. Meskipun beliau pada akhirnya dijatuhkan banyak orang, karena banyak aroma politiknya yang melingkupi beliau. Ia melanjutkan pendapatnya, Alin akan melanjutkan perjuangan Eyang. Demi salah satu harapan Eyang juga untuk Indonesia. Harapan biar anak muda Indonesia tetap berkarya. Ia bahkan menyematkan julukan pada almarhum "The Hero Beyond The Sky".
Aku tersenyum membaca semua paparannya dengan bangga serta doa yang terselip di dalamnya.
Beda lagi dengan seorang teman mudaku yang berprofesi perawat saat ini. Mewakili ibu muda, Nurul berkisah jika zaman ia kecil sering baca majalah ORBIT yg isinya tentang Science. Penggagasnya Eyang Habibie. Ia juga pernah hadir dipertemuan anak-anak yang digagas dan dihadiri oleh Eyang Habibie dan Eyang Ainun. Kesan mendalam yang ia dapat saat itu beliau adalah orang yang ramah dan mencintai anak-anak.
Source : Google |
Beliau juga terlihat sangat tulus mencintai Indonesia, karena sangat jarang menemui orang cerdas yang diakui dunia international masih mau bertahan berkiprah di negeri sendiri karena masih minimnya penghargaan di negeri ini. Ironisnya, sumber daya manusia yang berpotensi memang masih sulit berkembang di dalam negeri.
Nurul juga menambahkan kisah cinta beliau tak kalah mengharukan. Terlihat beliau sangat mencintai Eyang Ainun dan terlihat bahwa beliau sangat tergoncang saat istrinya tiada. Maka jika ada pepatah di belakang pria hebat ada wanita hebat yang mendampinginya Eyang telah membuktikan benar adanya.
Nah, beda lagi pendapat yang dikemukakan salah satu orang tua muridku. Sebagai orang tua beliau mengatakan pentingnya pembinaan sumber daya manusia harus selaras dengan pengaplikasian agama dalam kehidupan sehari-hari.
Kini kesedihan berbalut gembira. Sebuah kematian yang indah menurutku dan rupanya begitu lah ingatan ini mencatat juga bahwa orang-orang besar menjemput kepulangannya dengan sempurna.
Cita-cita paling puncak, sebuah kematian yang khas. Kepergian yang diantarkan menuju rumah terakhir dengan penuh cinta. Tak layak kah itu disebut sebuah cita-cita?
Eyang Habibie hadir sebagai pembaharu, dimasa krusial negeri ini. Hadir memerintah disaat trasnsisi di 21 Mei 1998. Hanya 18 bulan memerintah namun beliau mampu membuat sejumlah perubahan. Beliau memimpin dengan naluri bukan mimpi kalkulasi taktis politik. Tekadnya saat itu, hanya tidak ingin membuat Indonesia lebih terpuruk lagi. Bersyukur beliau yang memimpin
Sejumlah kebijakan yang dibuat beliau menjadikan Indonesia mengalami masa peralihan menuju negara lebih demokratis.
Banyak ide-ide demokratis diwujudkan dalam kebijakannya. Situasi negara dalam nuansa demokratis pertama setelah runtuhnya era orde baru. Membebaskan tahanan-tahanan politik, memberikan kebebasan pers, memisahkan dwifungsi ABRI dan lain sebagainya. Semua kebijakan dalam waktu singkat itu mampu membuat nilai tukar menjadi kuat kembali setelah terpuruk sekian lama karena krisis moneter.
Ada beberapa pesan yang bisa aku rangkum dari sosok beliau terutama untuk para pemuda, antara lain :
- Pentingnya berilmu.
Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Lihatlah betapa berharganya orang berilmu. Tiap-tiap kepulangan mereka tidak hanya menjadi nestapa dan air mata bagi keluarganya. Tapi bagi seluruh semesta. Melihat prosesi pemakaman beliau kala itu. Panasnya musim kemarau bulan ini, tak seterik siang itu saat semua orang mengantar beliau ke pusara terakhirnya. Jasanya terus berkumandang. Tiap kalimat bijaknya tak pernah berhenti diulang. Nilai-nilai kebaikannya menjulang dan terus didulang. Wafatnya Eyang Habibie seakan menjadi saksi nyata bagi anak, cucu di negeri ini bahwa menjadi ilmuwan, teknokrat, profesor tak menyurutkan pribadinya untuk tetap jadi inspirator dan juga kekasih.
2. Pentingnya Adab dan Akhlak
Melihat cerita-cerita beliau yang tak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai makhluk bernyawa dan beragama. Bahkan ketika di Jerman beliau sedang rindu ketenangan dan kedamaian surau, sedang di sana hanya gereja. Maka sholatlah beliau di situ. Eyang begitu dielu-elukan, namun Eyang tak kikir berbagi ilmunya. Membantu orang-orang yang membutuhkan sentuhan ide ajaibnya.
***
Eyang ragamu boleh jadi sudah dikubur, tanah sudah menimbun tubuh pemilik senyum tulus itu. Namun jiwa dan semangatmu menjadi warisan sejati bagi anak cucumu ini. Untuk terus melanjutkan perjuangan dan cita-citamu. Hari itu seluruh bangsa mengantarkan kepergianmu dengan cinta dan tak sedikit linangan air mata yang tumpah. Kau telah kembali pada pelukan Illahi, Semoga kelak benar bangsa ini akan bersanding kembali dengan para kekasih hati, para Nabi dan orang-orang yang kita cintai.
Keren ih kakak... ππππ
BalasHapusSebab aku punya Dinda yang keren juga... tengkisssss siis..π
HapusBagus bgt bun,,kereeen π
BalasHapusMakasih π
HapusSalah satu yg aku suka dari eyang habibie, beliau gak suka tidur karena bagi beliau tidur itu membuang waktu :')
BalasHapusTapi karena tidur adalah kebutuhan maka tetap tidur secukupnya hehe
HapusMantaapπ
BalasHapusMakaciiih^_^
Hapusselamat jalan eyang :(
BalasHapusMasih kerasa sedihnya...semoga Allah beri ganti lebih banyak Habibie untuk negeri iniπ
Hapus