Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, akhirnya sekian lama aku kembali "pulang" ke rumah ini. Rumah virtual-ku, tempat berbagi cerita. Sudah terlalu banyak alasan untuk mempertahankan langkah yang sudah berani aku mulai. Jalan di tempat bahkan banyak tak bergerak. Sampai lah di bulan ini. Bulan baru dan bertepatan pula dengan pergantian tahun baru Islam, tahun 1440 Hijriyah menuju 1441 Hijriyah. Time flies so fast! Padahal ya larinya waktu juga segitu-gitu juga, nggak pernah melambat dan nggak pernah terlalu cepat lajunya. Memang aku-nya aja sih ya yang mager yeee?!
DEMI WAKTU
Yah, begitulah suka atau tidak suka, bahagia atau tidak aku tak akan bisa menghentikan waktu. Terus saja detik demi detik bergerak tanpa peduli jika kita tidak bergegas. DEMI WAKTU!
"Siapa yang rugi?", begitu mungkin teriak sang waktu jika satu kali kita ingin mengajukan protes karena kita terseok-seok mengejarnya. Salah siapa?
Sudah sejak sebelum bulan agustus aku sudah gelisah. Jiwaku yang mengidap galau semakin hari rasanya semakin meracau. Seminggu sebelum berakhir bulan kita memperingati Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia Ke-74 Tahun ini, makin riuh isi kepala. Pertanyaan demi pertanyaan kembali naik ke permukaan. Namun, aku hanya mampu terpaku pada sebuah jaring-jaring peta pikiran yang kertasnya nyaris kumal. Alhamdulillah beberapa dari impian yang tertulis dalam proyek kehidupan kami itu "mentas". Entah bagaimana seperti mengalir menemukan jalannya dan menjadi nyata. Sebut saja impianku mengabadikan nama dalam sebuah karya. Bulan lalu dua buku antologi yang di dalamnya ada tulisanku telah terbit. Satu lagi kini sedang proses cetak, dan ada dua sedang menanti kabar baik. Semoga lulus seleksi dalam dua proyek antologi dengan dua penerbit Indie yang berbeda. Begitu juga partner hidupku, akhirnya kini bergabung dengan media nasional yang cukup besar namanya dan tanpa dinyana ia dipercaya terlibat juga dalam divisi majalahnya. Suatu hal yang selama ini sangat ia rindukan.
MOMENT TO REMEMBER
"Siapa yang rugi?", begitu mungkin teriak sang waktu jika satu kali kita ingin mengajukan protes karena kita terseok-seok mengejarnya. Salah siapa?
Sudah sejak sebelum bulan agustus aku sudah gelisah. Jiwaku yang mengidap galau semakin hari rasanya semakin meracau. Seminggu sebelum berakhir bulan kita memperingati Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia Ke-74 Tahun ini, makin riuh isi kepala. Pertanyaan demi pertanyaan kembali naik ke permukaan. Namun, aku hanya mampu terpaku pada sebuah jaring-jaring peta pikiran yang kertasnya nyaris kumal. Alhamdulillah beberapa dari impian yang tertulis dalam proyek kehidupan kami itu "mentas". Entah bagaimana seperti mengalir menemukan jalannya dan menjadi nyata. Sebut saja impianku mengabadikan nama dalam sebuah karya. Bulan lalu dua buku antologi yang di dalamnya ada tulisanku telah terbit. Satu lagi kini sedang proses cetak, dan ada dua sedang menanti kabar baik. Semoga lulus seleksi dalam dua proyek antologi dengan dua penerbit Indie yang berbeda. Begitu juga partner hidupku, akhirnya kini bergabung dengan media nasional yang cukup besar namanya dan tanpa dinyana ia dipercaya terlibat juga dalam divisi majalahnya. Suatu hal yang selama ini sangat ia rindukan.
Tentunya semua itu terjadi tidak lah instan, ada upaya dan doa yang tidak sederhana. Man Jadda Wajada!. Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Where there is a will there is a way!
MOMENT TO REMEMBER
Proses demi proses dalam mata rantai kehidupan pasca keputusan "hijrah" ku beberapa tahun silam. Membuatku makin bersyukur sekaligus semakin merasa bukan (baca:belum) siapa-siapa yang sudah berhasil berbuat apa-apa yang berarti dalam hidup ini. Jujur saja itu selalu mengusikku, hingga sekecil apapun itu harus ada "hijrah" yang aku lakukan. Oleh karenanya aku masih terus merasa perlu mengosongkan bejanaku. Menimba ilmu. Masih perlu banyak belajar mengasah kesejatian fitrah penciptaanku.
Memberanikan diri merapat dan menyerap energi pada talenta-talenta jiwa yang tak lelah berjuang dijalan sepi. Demi tetap memelihara api inspirasi sebagai manifestasi idealisme autentik yang tak boleh mati. Tapi, seringkali tiba-tiba terengah-engah kelelahan karena aneka rupa alasan. Membuatku harus berhenti dan mengolah rasa kembali.
Memberanikan diri merapat dan menyerap energi pada talenta-talenta jiwa yang tak lelah berjuang dijalan sepi. Demi tetap memelihara api inspirasi sebagai manifestasi idealisme autentik yang tak boleh mati. Tapi, seringkali tiba-tiba terengah-engah kelelahan karena aneka rupa alasan. Membuatku harus berhenti dan mengolah rasa kembali.
Mind Mapping 1440 H - Dokumentasi Pribadi |
Tanpa sadar ada semacam ritual malam 1 Suro alias 1 Muharram yang tak pernah aku tinggalkan...heiiish stop! Nggak usah horor bukan perkara 'klenik' yang makan melati atau berendam di Kali! Setiap pergantian tahun baru hijriyah aku menarik diri beberapa waktu. Masuk ke "gua", berkontemplasi. Beberapa karib dan kerabat yang sudah benar-benar mengenalku cukup tahu kebiasaanku ini. Bisa jadi hanya satu hingga tiga hari namun pernah paling lama tiga bulan tak menemukan titik damai dalam diri. Terlalu banyak evaluasi, terlalu banyak catatan koreksi.
Apalagi aku memiliki partner hidup. Boleh jadi aku dan suami punya impian, visi, misi pribadi tapi navigasi biduk rumah tangga harus selalu jadi prioritas kami. Pernikahan itu tak melulu tentang aku dan kamu, bukan? Tapi seluruh lapisan kehidupan yang ada diantara kami ikut dalam perkawinan itu. Banyak yang menganggapku aneh. Hidup kok dibuat ribet! Nikmati aja kenapa sih? Cuma bisa senyum karena alih-alih diskusi ujungnya justru debat kusir.
Akhirnya setelah mengamati seksama peta pikiran atau yang sering kami sebut 'Life Time Project' tahun lalu, aku dan suami sepakat di tahun baru ini kami tidak secara khusus merapat ke meja perundingan untuk membuat peta baru. Aku dan dia memulai bulan September dengan semangat 'Make It A September To Remember'.
Kalau secara pribadi aku hanya akan membuat satu agenda mayor dalam bulan ini, serta dua agenda minor. Moment to remember. Membuat momentum dan melakukannya sebagai pijakan awal tahun untuk bisa dikenang. Sesuatu yang menjadi benang merah rinduku. Menulis! Apapun medianya nanti harus terus berusaha kutekuni. Sebab, tantangan terbesarku masih terbentur pada konsitensi dan terkadang terdistraksi dengan godaan-godaan penuh aroma wangi lalu lupa esensi. Bagaimanapun aku memang masih jauh panggang dari api. Agenda-agenda kecilnya adalah yang pertama mulai rutin kembali membaca dengan target seminggu satu buku lalu menuliskan reviewnya. Kedua, mulai menyusun outline secara mandiri untuk proyek buku non antologi.
Betul sekali rindu dan cinta memang serius perlu bukti, Dee!
Salah satu pembuktian rasa cinta itu, mengikuti blog challenge September ini. Lalu, setelah sekian lama hanya melihat informasinya wira-wiri di beranda media sosialku dan menekan perasaan yang penasaran ingin bergabung dalam tantangannya. Akhirnya di detik-detik menjelang berakhir kuberanikan diri meminang kesempatan yang terbuka itu. Alhamdulillah lolos seleksi untuk ikut masuk komunitas berbasis kepenulisan yang pengalamannya sudah malang melintang. Ya, puji syukur bisa bergabung dalam ODOP Batch 7 di bulan September ini. Semoga selamat hingga akhir dalam "kapal" ini.
Alasan Untuk Tetap Tinggal |
ALASAN UNTUK TETAP TINGGAL
Acapkali mendengar ada yang menanyakan kenapa bercita-cita jadi penulis? Meskipun aku tetap lebih nyaman dengan predikatku sebagai praktisi psikologi pendidikan, konselor, edukator atau relawan pendidikan. Tapi menjadi penulis merupakan perkara lain bagiku. Seperti ruang rindu yang selalu dahaga untuk bertemu.
Ataupun pada banyak kesempatan ada yang bertanya mengapa suami memilih jadi jurnalis? Padahal jelas pekerjaan lamanya cukup menjanjikan secara finansial dan juga eskalasi karir yang jelas. Beban kerja pun secara fisik dan mental tidak lebih berat dari yang sekarang ia jalani. Ya..ya sangat paham jika profesi ini memang bukan lahan basah jika boleh kusebut demikian. Namun, entah lah kami berdua mungkin termasuk gabungan orang "aneh" yang berbahagia memelihara impiannya.
Ah ya, ada satu hal lain yang rindunya terus aku pelihara masih ada kaitannya dengan predikat yang kusebutkan di atas. Kerinduan untuk tetap bersama mendampingi anak-anak ideologisku membesarkan kiprah komunitas remaja yang telah aku inisiasi tahun lalu. Agar lebih berdampak bagi peradaban, berbagi inspirasi untuk beraksi.
Pusaran waktu. Kebutuhan hidup yang meningkat terkadang membuat kami terdesak dan berpikir ulang untuk berputar haluan. Beberapa hari di dalam diamku, aku merenung. Aku butuh alasan. Seperti saat orang-orang memutuskan pergi. Aku butuh alasan untuk tetap tinggal di jalan ini! Aku butuh meyakinkan diri. Sampailah pada titik aku mulai percaya mengapa aku harus terus ada memelihara impian ini. Jika dengan menulis adalah sekepal rindu yang menawarkan kebaikan dan bisa aku upayakan. Mengapa tak aku perjuangkan? Itu jawabanku pada diriku.
Tiap orang sudah memiliki mangkok rejeki dengan takaran pasti. Tak mungkin tertukar. Kami hanya lah harus selalu berpihak pada kebaikan dan kemuliaan dalam menjalankan segala urusan.
Perjuangan Memeluk Keabadian |
PERINTAH TAWAKAL ITU NYATA
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq:2-3).
Tawakal adalah kunci keberhasilan yang sering dilalaikan,
tak terkecuali olehku. Orang cenderung memisahkan antara tawakal dengan usaha.
Perintah TAWAKAL itu nyata bagi manusia tapi kita masih suka terpeleset salah
mengira. Padahal sesungguhnya kata para ulama jika tawakal itu sebenarnya
adalah sebaik-baik usaha.
Pernah kah mendengar cerita ada
orang yang bekerja sangat keras (baca: ngoyo) hingga melalaikan
bahkan mengorbankan perkara lainnya. Justru malah tidak berhasil. Mungkin
ada benarnya perkataan Andrew Matthews, penulis sekaligus
motivator kelas internasional itu. Ia berkata, "Ketika Anda mengejar
segala hal, mereka melarikan diri. Ini berlaku bagi hewan, kekasih, bahkan
uang!". Meskipun hal itu tidak bisa dikatakan 100% benar, tapi begitu lah
yang banyak terjadi disekeliling kita. Ibarat berusaha menggenggam
erat pasir, semuanya hilang karena genggamannya terlalu erat.
Atau ada yang seperti
ceritaku, sudah menikah bertahun-tahun tapi belum juga diberikan amanah
buah hati. Tiap bulan saya pernah lelah menangis karena sangat mendambakan
kehadirannya. Banyak cara sudah ditempuh tapi ijin-Nya belum turun jua. Mau apa
lagi? Hingga kami akhirnya pasrah daripada stres dan mengganggu kesehatan
mental kami berdua yang dampaknya bisa kemana saja. Akhirnya kami ucapkan
mantra, "Kalau Allah telah punya kehendak, siapa yang kuasa menolak. Jadi!
Maka, jadilah!". Begitu lah akhirnya kami berusaha belajar menjalankan
tawakal dengan benar.
Terlalu banyak yang fokus mengejar materi, bekerja banting
tulang dari pagi hingga larut malam untuk mengumpulkan lebih banyak pendapatan,
hingga malah mengabaikan kenikmatan dan kemurahan yang telah Allah berikan.
Lupa kepada karunia keluarga, lingkaran pertemanan, kesehatan, waktu senggang,
bahkan lupa kewajiban ibadahnya sebagai hamba.
September ini aku harus belajar menjalankan tawakal dengan
lebih benar. Kepasrahan yang akan membuat kami berusaha melakukan semua
pekerjaan dengan tenang, termasuk menulis. Meniatkan bekerja atau apapun amanah
yang diberikan kepada kami untuk menebar manfaat, mencari dan menjaga hubungan
baik dengan karib, kerabat, dan semua orang-orang disekeliling kami. Tak lupa
tiap saat jangan pernah mengabaikan kewajiban kita sebagai hamba, melakukan
sholat, puasa, zakat.
Satu waktu pada masa "semedi"ku bulan lalu, saat
aku jatuh pada titik terendahku dan sibuk bertanya lagi pada Rabb-ku. Aku
memohon kepada-Nya agar diteguhkan kembali. Dia menjawabku dengan ayat ini :
"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan" (QS. 33/Al Ahzab :9).
Begitulah
lika-liku cerita sejarah harapanku di bulan September. Sebuah perjalanan hati
yang “mewah” alih-alih bilang rumit he...he...he. Aku selalu
yakin setiap orang punya kisah masing-masing di sepanjang perjalanannya.
Lalu, bagaimana
kisah perjalanan teman-teman pembaca? Boleh kah berbagi? Siapa tahu bisa
menginspirasi.
Saya juga ikut ODOP 7, mbak :)
BalasHapusHai haluuu salam kenal...^_^
HapusJadi pengen ikut ODOP jg, btw kisahnya menyentuh yah mba, stiap org memiliki jln hdup masing2, namun dr torehan mba di sini aq bljr bxk hal bagaimana mensyukuri segala nikmat yg telah Allah karuniakan
BalasHapusBetul kakak tiap orang punya kisahnya masing-masing yg pasti dibelakang hari ada hikmahnya^_^
HapusWelcome back, Sissy...
BalasHapusMenanti rangkaian aksaramu yang senantiasa indah dan tak pernah membosankan untuk dibaca. Kelak akan ada sebuah buku dengan nama kita tertoreh di sana ya... masuk daftar impian :) Bismillah!
Aku padamu adindaaa...terima kasih dan jangan lelah meracuniku terus :-*
Hapus